“Kita dalam proses mengevaluasi tayangan dan kemudian diskusi sehingga terjadi perdebatan antara hak asasi manusia dan kepatutan publik,” ucapnya.
Menurutnya diluar perayaan yang fatal jika televisi terus menayangkan maka akan timbul anggapan dari penonton bahwa seorang pelaku kejahatan seksual bisa muncul dan seolah biasa.
Baca Juga: Rizky Billar Tak Terima Lesti Kejora Disebut Jelek oleh Netizen hingga Beri Pesan Menohok
“Kalau televisi menanayangkan di luar dari perayaan fatal tadi lalu akan muncul anggapan tidak masalah seorang pelaku kejahatan muncul di televisi,” ujarnya.
Sehingga menurutnya setelah melewati perdebatan panjang KPI mengecam glorifikasinya, dan tidak bisa tampil di televisi sebagai hiburan.
“KPI mengecam glorifikasinya, dia bisa tampil sebagai edukasi dan jika hiburan tidak bisa,” sambungnya.
Menurutnya, KPI mengakomodasi kepentingan publik dan berpegang pada kepatutan publik karena Televisi merupakan ruang publik.
“Kita mengakomodasi kepentingan publik dalam hal ini kepentingan mayoritas dan kepatutan publik,” pungkas Agung Suprio.
Meskipun menurut Agung Suprio tidak dipungkiri ada juga pegiat HAM yang mengkritik keputasan dari KPI.***