"Betul, kita harus salingmemfilter hal itu. Dalam memaknai, mohon maaf ini agak panjang dan mungkin memboringkan. Mohon maaf tapi sayasebagai penonton dalam memaknai hasil karya kreatif tadi kan kita harus punya konteks," ujarnya.
Menurut Desy Ratnasari, penonton harus mengetahui konteks dari suguhan kreatif yang ditontonnya.
"Kalau konteks kita melihat bahwa appa yang ditunjukan dalam sinetron tersebut adalah sebagai sebuah pembelajaran bagi semua orang, ini adalah suatu hal yang tidak boleh diikuti," jelasnya.
"Tapi konteksnyakalau ini adalah sebuah hal suara hati semua perempuan yang juga mengalami hal yang sama dengan keluarganya, Pak Tirta misalnya. Ini adalah sebuah potret kenyataan yang harus kitadalami dan kita carikan solusinya agar ini tidak terjadi dalam kehidupan nyata," sambungnya.
Desy Ratnasari menuturkan apa yang disajikan tergantung bagaimana penonton memandang suguhan karya tersebut.
"Jadi tergantung bagaimana kita memandang, kalau kita selalu memandang kesalahan orang dan konteksnya selalu negatif, insyaAllah semua karya-karya kreatif akan selalu dianggap negatif," ujarnya.
Diungkapkan Desy Ratnasari bahwa Indonesia memiliki badan sensor yang seharusnya bisa menjelaskan bahwa sinetron tersebut hanyalah fiktif.
"Kita punya badan sensor film ataupun badan film sinetron bahkan mungkin yangbisa menuliskan bahwa ini cerita fiktif, tapi kalaupun ada kesamaan segala macam itu bisa," ungkapnya.