Desy Ratnasari menyebut bahwa sebagai penonton, harus bisa mempunyai konteks dalam memaknai sinetron yang tayang.
"Kalau konteks kita melihat bahwa apa yang ditunjukkan dalam sinetron tersebut adalah sebuah pembelajaran bagi semua orang, ini adalah sesuatu hal yang tidak boleh diikuti," jelas Desy Ratnasari.
Baca Juga: Keren! 3 Siswa SMKN 2 Tasikmalaya Raih Juara Nasional IoT Development Technocorner 2021 di UGM
Namun, Desy Ratnasai ungkap konteks lain yang bisa saja diterima oleh para penonton.
"Tapi kalau konteksnya, ini sebuah hal, suara hati semua perempuan yang juga mengalami hal yang sama dengan keluarganya Pak Tirta misalnya, ini adalah sebuah potret kenyataan yang harus kita dalami dan harus kita cari solusinya agar ini tidak terjadi dalam kehidupan nyata," papar Desy Ratnasari.
Jadi menurutnya, sinetron yang tayang di TV itu, harus juga dilihat dari cara pandang penonton dalam menyikapi cerita di dalamnya.
Baca Juga: Keren! 3 Siswa SMKN 2 Tasikmalaya Raih Juara Nasional IoT Development Technocorner 2021 di UGM
"Kalau kita selalu memandang kesalahan orang dan konteksnya selalu negatif, Insha Allah semua karya kreatif akan selalu dianggap negatif," ungkap Desy Ratnasari.
Menurutnya, sebagai pembelajaran, dalam suatu sinetron atau tayangan itu wajib menggunakan label batas usia penonton.
Hal itu, dia nilai wajib sebagai sebuah kedisiplinan dalam penayangan sinetron.