PR TASIKMALAYA - Ketua Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) beberkan pada Deddy Corbuzier soal alasan pelarangan Saipul Jamil tampil dalam dunia entertaint.
Agung Suprio juga menceritakan bahwa dirinya kaget dengan perayaan yang dilakukan oleh Saipul Jamil.
Menurut Agung Suprio, pahlawan saja tidak sampai dirayakan seperti itu.
Baca Juga: Enji Baskoro Ingin Bertemu Bilqis, Pengaca Ayu Ting Ting: Belum Pernah Bicara Apapun Tentang....
“Kita kaget juga penyambutannya seperti pahlawan dan pahlawan tidak begitu juga bahkan dikalungi seolah-olah tidak bersalah,” tuturnya, dikutip PikiranRakyat-Tasikmalaya.com dari YouTube Deddy Corbuzier pada Kamis 9 September 2021.
Pada awalnya hal inilah menurutnya yang membuat publik geram karena melihat mantan narapidana di elu-elukan seperti itu.
“Inikan yang kemudian membuat publik tidak suka kenapa mantan narapidana seksual kenapa dielu-elukan sebagai pahlawan,” ujarnya.
Dia juga menceritakan pada Deddy Corbuzier, soal proses evaluasi tayangan sehingga terjadi perdebatan antara ham dan kepatutan publik.
“Kita dalam proses mengevaluasi tayangan dan kemudian diskusi sehingga terjadi perdebatan antara hak asasi manusia dan kepatutan publik,” ucapnya.
Menurutnya diluar perayaan yang fatal jika televisi terus menayangkan maka akan timbul anggapan dari penonton bahwa seorang pelaku kejahatan seksual bisa muncul dan seolah biasa.
Baca Juga: Rizky Billar Tak Terima Lesti Kejora Disebut Jelek oleh Netizen hingga Beri Pesan Menohok
“Kalau televisi menanayangkan di luar dari perayaan fatal tadi lalu akan muncul anggapan tidak masalah seorang pelaku kejahatan muncul di televisi,” ujarnya.
Sehingga menurutnya setelah melewati perdebatan panjang KPI mengecam glorifikasinya, dan tidak bisa tampil di televisi sebagai hiburan.
“KPI mengecam glorifikasinya, dia bisa tampil sebagai edukasi dan jika hiburan tidak bisa,” sambungnya.
Menurutnya, KPI mengakomodasi kepentingan publik dan berpegang pada kepatutan publik karena Televisi merupakan ruang publik.
“Kita mengakomodasi kepentingan publik dalam hal ini kepentingan mayoritas dan kepatutan publik,” pungkas Agung Suprio.
Meskipun menurut Agung Suprio tidak dipungkiri ada juga pegiat HAM yang mengkritik keputasan dari KPI.***