“Perusahaan hasil merger akan memonopoli pasar ride hailing di tanah air. KPPU terpaksa harus mencegah merger tersebut terjadi,” tutur Harryadin.
Tak hanya itu, menggabungkan Gojek dan Grab menjadi satu perusahaan juga akan menghasilkan perusahaan baru dengan nilai raksasa yang mengancam persaingan usaha.
“Kekuatan yang begitu besar membuatnya akan lebih mudah untuk melakukan integrasi vertikal maupun integrasi horisontal yang mengancam persaingan usaha yang sehat,” ujar dia.
Harryadin melanjutkan, kekuatan finansial dan sumber daya lain yang dimiliki Grab lebih besar dibanding Gojek, sehingga kemungkinan Grab akan lebih dominan di perusahaan baru yang akan terbentuk nanti.
“Hal ini tentu saja berisiko 'menghilangkan' legacy atau eksistensi Gojek sebagai salah satu startup lokal yang sukses,” ujar Harryadin.
Sementara itu, Menteri Komunikasi dan Informatika, Johnny G. Plate, menyerahkan keputusan bisnis kepada kedua belah pihak.
“Kalau rencana itukan aktivitas business to business ya. Yang pasti kita harapkan konsolidasi-konsolidasi dalam rangka menyemarakkan bisnis di ruang-ruang digital di Indonesia,” ujarnya.
Kabar peleburan yang ternyata tidak benar ini menjadi buah bibir beberapa pengguna sosial media Twitter.
Hampir semua komentar menyebut tidak mendukung jika kedua perusahaan tersebut benar-benar melebur.
Baca Juga: Ada Pemadaman Listrik Total, Banjir di Istana Presiden dan 30 Titik di Ruas Jakarta Mulai Surut
"Tidak setuju, karena jadi tidak punya pilihan untuk memakai yang lebih murah," tulis salah satu pengguna bernama Nilan @noisette_douce.
"Mending salah satu merger dengan perusahaan logistik lokal. Lebih profitable lagi bergabung dengan e-commerce tapi eksklusif. Base offlinenya dapat dijadikan agen paket itu skaligus tempat mangkal ojol, pelatihan e-commerce, tempat rekrut dan lain-lain," tulis @KamayaNaras menanggapi kabar peleburan Gojek dan Grab di akun Twitter-nya***